Advertisement

About us

Dear, Kekasihku

Catatan Kecil (1) : (Bagi yang sudi melirik tulisan saya) Saya harap, sebelum membacanya, tarik napas dalam-dalam! Hembuskan napas pelan-pelan. Tutuplah mata Anda dan kosongkan pikiran Anda sejenak! Buanglah jauh-jauh prasangka buruk di hati Anda! Tanamkan positive thinking! Ingat! Kita sudah mendapat pelajaran di kelas, kalau 'Cinta Itu Universal' yang dibawakan oleh Ustadz Udo. Ingat, kan? Ok! Selamat Membaca! Dan, Silahkan dikomentari! Tunggu! Anda sudah menepati peraturannya, bukan? ^_^


Dear, Kekasihku!

Apa kabar dihari ini? Sudah lama kita tak bersua di sana. Adakah kau sudah merindukan aku? Pasti. Seperti aku merindukanmu di sini.
Sabarlah, Kasih!
Besok aku akan pulang dari negeri ini. Pulang ke tempatku lebih banyak bermalam. Tahukah kau, Kasih? Aku begitu capek sekali. Letih bercampur senang. Aku tahu, saat aku tiba nanti, kau pasti meminta cerita dariku. Untuk itu, kutuliskan cerita lewat surat jika kita bertemu di tempatku pulang nanti. Aku tak punya tenaga untuk bercerita. Aku ingin tidur jika tiba di rumah. Melepaskan diri dari segala lelah dari perjalananku.
Maka, kuminta padamu, Kasih. Jangan bertanya apa-apa! Baca saja surat pertemuan ini. Oke?
Sebelumnya, maafkanlah saya yang tidak mengirim pesan padamu kalau hari itu, saya akan bertolak ke negeri seberang. Kekasihmu ini amat sibuk menjelang keberangkatan itu. Tetapi, bukankah kita pernah berjanji? Kalau suatu hari kelak saya ke suatu tempat, akan kumasukkan kau ke dalam kantongku dan membawa kau ke mana kakiku melangkah. Dan saat itu, kau juga berkata, engkau akan menjadikanku selendang untuk menghangatkan lehermu dan membawaku ke mana saja kakimu menuju. Adakah kau masih ingat, Kasih?
Dengan demikian, aku percaya kalau kau selalu bersamaku. Jadi, anggap saja cerita ini sebagai cerita ulangan bagimu.
Aku tahu, jika aku berkelana ke negeri orang, kau selalu mengingatkanku banyak hal. Terutama yang berkaitan dengan kesehatanku. Aku masih ingat ketika kau memesanku agar jangan lupa sarapan. Karena kau tahu, gastric amat menyebalkan. Jangan khawatir, Kasih! Aku makan 4 kali sehari. Pagi, siang, sore dan malam. Semua orang memperhatikan aku. Layaknya seorang anak kecil yg belum bisa menyuapi diri sendiri.
Aku juga tidak lupa untuk menuruti nasehatmu, "Minumlah air putih banyak-banyak! Karena ia baik untuk kesehatan dan kelembaban kulitmu. Juga, mencegah datangnya panas dalam. Perbanyaklah makan buah-buahan. Karena ia bagus untuk seorang wanita. Apalagi gadis seumuranmu".
Terimakasih, Kekasihku! Engkau begitu perhatian.

Adakah kau ingin bertanya, makanan apa yg lebih banyak aku makan di sini? Aku yakin, kau pasti menanyakan hal itu. Karena kamu tahu, jika melakukan perjalanan seperti ini, kebanyakan menu yg dihidangkan adalah dari daging ayam, sapi atau kambing. Sedangkan, kamu tahu kalau aku tidak doyan makan-makanan seperti itu. Makan sih, makan. Tetapi, tidak banyak. Mungkin, karena hal itu, kau tidak pernah memintaku memasak sesuatu dari daging seperti itu. Setiap hari, kau meminta menu dari sayur dan ikan dariku. Kau tidak pernah cerewet. Walaupun, kau pernah bercanda di meja makan.
"Sesekali makanlah banyak-banyak daging, Lin! Agar badanmu gemuk sedikit!"
"Boleh, Kekasihku! Kalau kau meminta, akan aku masakkan untukmu. Bukan berarti saya tidak doyan makan-makanan yg berlemak, lantas tidak mau memasakkannya untukmu. Tidak, Kasih! Bukankah kau selalu menasehatiku agar aku belajar untuk tidak egois. Apalagi, aku bisa memakannya. Walaupun, tidak seberapa. Bagaimana? Adakah besok malam kau mau aku masakkan menu dari daging ayam, sapi atau kambing?" Kataku panjang lebar dengan kalimat yg tidak nyambung.
"Tidak, Kasih! Aku hanya ingin mengatakan kalau seorang gadis yg gemuk akan terasa comel kelihatannya. Banyak orang yg ingin mencubit pipinya."
"Aku bukan baby lagi. Jika ada orang yg berani mencubit pipi kekasihmu ini selain keluarga dekat atau teman dekat, tinju dari jemariku ini akan membalas cubitan di pipinya juga."
Seperti biasa, kau tertawa terbahak-bahak. Dan, aku pun ikut tertawa. Ya. Itulah kau. Kau amat memahamiku. Kau tahu kalau sekarang aku suka tertawa. Walaupun kamu tidak pernah mendengarku tertawa terbahak-bahak. Seperti kata sahabatmu pada suatu hari, "Lin, bagaimana sih tertawa kamu yg sebenarnya?"
"Ha? Masa sih kamu tidak tahu? Bukankah setiap hari aku tertawa? Bahkan, boleh dikatakan setiap menit, aku pasti tertawa." Kataku menjelaskan pada sahabatmu itu.
"Itu bukan tertawa terbahak-bahak. Tetapi, tawa biasa atau senyum. Yg kutanyakan tawa bahak-bahakmu. "

Sebenarnya, jauh dari relung hatiku, aku juga bertanya, benarkah aku tidak pernah tertawa terbahak-bahak? (Alhamdulillah kalau benar. Karena itu sesuai dengan cara tawa yg dicontohkan oleh Rasulullah). Aku bertanya padamu, Kasih. Benarkah? Ah, Kasih! Kau malah memperkuat pendapat sahabatmu itu dengan menjawab pertanyaan hatiku dengan kata, 'ya'.
Baiklah. Aku terima pendapatmu. Karena aku tahu, kau lebih memahamiku. Melebihi pemahamanku sendiri. Kenapa aku berkata demikian?
Aku masih ingat, ketika kau bertanya disuatu pagi, "Kau punya masalah?"
"Gak!" jawabku dengan senyuman
"Kau pasti membohongiku. Aku tahu, pagi ini kau tersenyum. Tetapi, senyumanmu itu bukan lahir dari hatimu. Iya, kan?"
"Kau ini. Ada-ada saja!"
"Jangan selalu membohongi diri sendiri, Sayang! Tidak baik buat kesehatan jiwamu. Aku tahu, kau ingin menghibur diri dengan senyuman dan tawa. Karena sifatmu itulah, aku amat mencintaimu! " katamu panjang lebar.
Akhirnya, kutak kuasa lagi menahan air mataku. Kuberlari dalam pelukanmu. Aku menangis sepuas-puasnya. Kau pun memelukku erat-erat. Dan tanpa aku minta, tanganmu membelai rambutku yang panjang itu.
"Menangislah! " kata itu keluar beberapa kali dari bibirmu.
"Kau tidak perlu bercerita! Aku tahu semuanya, Kasih. Aku tahu senyumanmu hilang karena sahabatku. Sahabat yg rela menerima percikan lumpur dari jalanan. Sahabat yg belum mampu menolak noda hitam dari kotoran. Sahabat yg begitu cepat menyimpulkan sesuatu. Sahabat yg belum beberapa detik mengenalmu, tetapi sudah berani berpikir yang bukan-bukan terhadap dirimu. Kamu bersedih karena hal ini, kan?" tanyamu dengan lemah lembut di telingaku.
Aku tak menjawab pertanyaanmu. Aku masih dalam alam keisakanku.
"Janganlah bersedih! Hapus air matamu! Kau tidak pantas bersedih karena hal sepele seperti itu. Percayalah! Itu adalah tabungan terbesar untuk bertemu dengan Kekasih Abadimu. Bukankah fitnah lebih kejam dari membunuh? Sudah! Positive thinking sajalah, Sayang! Bukankah yang lebih tahu dirimu adalah Dia, aku dan kamu? Biarkan saja mereka berpikiran dengan pikiran mereka masing-masing. Biarkan saja mulut mereka berbusa bercerita tentang kamu. Biarkanlah! Berpura-puralah jadi gadis yg buta dan tuli. Biarkanlah! Asalkan kamu tahu dan yakin, kalau langkah kakimu masih di jalan yg tepat. Biarkan mereka memberi angka-angka pada jalan hidupmu. Terimalah angka apa saja yang mereka suguhkan padamu! 8, 7, 6, 5, atau 4 sekalipun. Terima dengan lapang dada!"
"Kenapa aku harus berlapang dada? Bukankah namanya itu tidak adil?" kataku membantah
"Bukan tidak adil, Sayang! Tetapi, itulah kebodohan yg mereka tunjukkan. Bukankah waktu ulangan hidupmu belum usai? Jika pun waktu itu tiba, bukankah yg berhak menilaimu hanyalah Dia. Kekasih Abadimu. Dunia ini penuh mulut. Jika tidak ada mulut yang terbuka melafaz kata, bukan kehidupan namanya. Tinggal kita yang harus memilah-milah, mana yang harus kita dengar, mana tidak. Mana yang harus kita simpan dalam hati, mana tidak. Buat apa dijaga dan dipelihara kalau kata-kata itu hanya akan merusak diri-sendiri? Adakah kau sudah lupa apa kata ayahmu? Bersyukurlah jika ada orang yang melempar kata kepadamu yang bukan sama sekali milikmu. Sesungguhnya, itu adalah sebuah amalan baik yang besar. Adakah kau juga sudah lupa bahwa jika ada orang yang berbuat baik kepadamu, anggaplah itu sebuah rezeki. Jika ada orang yang memarahi, membencimu atau memakimu, itu adalah hak mereka? Bukankah begitu, Kekasihku?"
Sekali lagi kau melanjutkan kalimatmu saat kau melihat kebingungan di mataku.
"Dekati orang itu! Berikan senyuman! Sapalah dia dengan ramah! Berikan perhatian sebagaimana kamu memperhatikan semua orang yg kau kenali. Dan yg lebih penting, minta maaflah padanya!"
"Maaf?" tanyaku kaget
"Iya. Bukankah kau telah memarahinya dalam hati? Bukankah kau telah bertengkar dengan dia? Bahkan, kau ingin memutuskan silahturahmi. Minta maaflah karena hal itu! Bukankah baru-baru ini, kau juga telah melukai seseorang tanpa kau sengaja? Lalu, kau meminta maaf kemudian menjauh karena perasaan bersalah masih menghantuimu. Tetapi, orang itu malah mendekatimu. Bahkan, melakonkan sesuatu yg tidak biasa dia lakukan. Dan kau menangis terharu karenanya. Jadilah sepertinya!" kau berhenti sejenak. Mungkin, kau ingin agar aku mencerna kata-katamu barusan.
"Kini, saya pesankan padamu. Belajarlah bijak berbicara! Aku tahu, kamu adalah gadis yang polos dan lugu. Aku tahu, itu. Karenanyalah, aku amat mencintaimu. Cuma, terkadang ada sesuatu yg tidak membutuhkan kepolosan dan keluguan. Sekali lagi, belajarlah bijak berbicara! Agar orang lain tidak salah paham, tersinggung atau merasa jengkel padamu. Agar orang lain tidak menyalah artikan kata-katamu. Sudah! Lupakanlah hal ini! Tersenyumlah kembali! Nikmati hari-harimu! "

Begitulah nasehatmu panjang lebar setiap kali menemukan keganjilan dalam diriku. Ya. Kau adalah type kekasih yg amat kukagumi. Kau selalu membimbingku atas keganjilan itu. Kau tidak memilih diam atau menjauh. Kau tetap setia di sisiku dalam keadaan apa jua. Karena kamu tahu kalau pengetahuanku tentang segala hal masih amat minim. Kamu juga tahu, kalau aku amat membutuhkan orang yg pemikirannya lebih oke dariku. Orang yg bisa menuntunku.

Terimakasih, Kekasihku!
Karena kamu, aku mengenal tawa. Tawa saat pertama kali berjumpa. Ya. Yang aku tahu saat itu, aku begitu bahagia mengenalmu. Namun, kau memberiku tangis saat pertama kali aku merasakan sentuhan tangan konkrit dari seorang ibu dan ayah. Tangis yang akan menjadi sejarah sepanjang masa.

Adakah kamu tahu, Sayang?
Di sini, aku bagaikan orang gila. Tersenyum sendiri. Tertawa sendiri. Ya, kau telah memberiku kehidupan yg aneh dalam hidupku. Hingga seorang temanku bertanya, "Dari tadi kamu senyum-senyum sendiri. Bahkan, tertawa tanpa sebab. Ada apakah?"
"Orang tersenyum atau tertawa pasti ada sebabnya, Kawan!" kataku dengan senyuman yg tambah melebar.
"Kalau begitu, ceritakanlah sebab senyum dan tawamu itu! Bukankah indah kalau rasa bahagia itu dibagikan juga dengan orang lain?"
Tanpa kehilangan senyuman, kulontarkan sebuah kalimat dengan agak malu-malu, "Aku mengingat dan merindukan kekasihku."
"Wouw... pasti kekasihmu, hebat. Sampai-sampai membuatmu seperti ini!"
"Iya. Kekasihku memang hebat." kataku dengan pipi kemerah-merahan
"Kalau boleh tahu, siapa nama kekasihmu itu?"
Tiba-tiba, aku terdiam mendengar pertanyaan temanku itu.
"Kenapa? Gak boleh ya?"
Kutarik napas dalam-dalam. Lalu, menghembuskannya pelan-pelan.
"Betulkah kau ingin mengetahui nama kekasihku?" tanyaku pada temanku yg wajahnya masih kebingungan itu. Dia hanya mengangguk.
"Baiklah! Tapi, kamu harus janji jangan tertawa ya!"
"Ya, iyalah! Nama itu relatif!"
Hhmm..., "Nama kekasihku adalah..... Kehidupan!

Hahaha! Hahaha! Ada-ada saja!
"Dengarlah, Kasih! Dengarlah tawa itu! Dengan mudahnya mereka berpaling dari kata-katanya. ... Kau juga, Kasih. Aku pernah menyuruhmu mengganti namamu yg bodoh dan basi itu.
"Nama seperti apa yang kamu inginkan?" tanyamu waktu itu
"Surga!" jawabku mantap
"Terimakasih, Kekasihku! Kau telah menyebut nama indahku."
"Namamu?"
"Iya. Akulah Kehidupan! Kekasih sejatimu. Kamu tahu? Jika di akherat kelak, aku akan tetap setia di sisimu. Jika kau mengenal dan mencintai Kekasih Abadimu, aku akan menemanimu di surga. Kita akan menjalin kasih yang indah di sana. Dan, jika kau tidak mengenal dan tidak mencintai Kekasih Abadimu, aku juga akan tetap menemanimu. Tetapi, di alam lain, yaitu neraka. Tetap sebagai kekasihmu. Namun, aku mohon maaf karena di sana yang bisa kita rasakan cuma tangis kepedihan yang tiada taranya. Disaat itulah, kau akan membenciku. Kau tak menginginkanku lagi. Namun, apalah dayaku. Aku hanyalah kekasih sejati. Bukan Kekasih Abadi!"
"Kekasih Abadi?"
"Iya, Kekasih Abadi!"
"Apa bedanya Abadi dengan Sejati?" tanyaku tambah bingung.
"Kekasihku, sebenarnya ada 3 jenis kekasih. Kekasih Abadi, Kekasih Sejati dan Kekasih Setia. Kau ingin tahu perbedaannya? "
Aku diam saja. Aku betul-betul tidak mengerti apa yang kau katakan saat itu.
"Kekasih Abadi adalah kekasih yang mencipta aku, Kekasih Sejatimu. Juga, yang menghadirkan kamu dan Kekasih Setia untukmu, kelak. Kekasih Abadi, cintanya tidak akan pernah berubah padamu. Ketika masih di alam rahim sampai di akherat kelak, dia tetap menyayangi dan mencintaimu tanpa ada batasnya. Sedangkan, aku hanyalah Kekasih Sejati. Kekasih yang menemanimu dari alam rahim sampai akherat. Namun, di akherat kelak, aku mempunyai dua tempat bernaung. Surga dan Neraka. Itulah yang membedakan Sejati dan Abadi. Lalu, Kekasih Setia adalah kekasih yang hanya bisa menemanimu di dunia fana ini. Kekasih yang berusaha mencintaimu dengan segala keterbatasannya. ...." katamu panjang lebar.

Berhari-hari aku memikirkan kata-katamu itu. Hingga suatu malam ketika sedang menonton TV sambil makan kerupuk. Kau membuyarkan lamunanku yang tidak mengikuti jalan cerita film di TV itu.
"Kau bersedih lagi ya?" tanyamu sambil memandang mataku
"Tidaklah!" jawabku sambil memperbaiki badan di sofa.
"Tetapi, wajahmu berkata seperti itu."
Aku diam saja. Tiba-tiba...
"Ada surat untukmu." katamu sambil menyodorkan sebuah amplop putih yang bersih.
"Surat?"
"Iya!"
"Dari siapa?" tanyaku heran
"Buka sajalah! Nanti kau akan tahu kalau sudah membacanya," katamu dengan senyuman manis.

Perlahan kubuka amplop itu. Secarik kertas putih dengan tulisan yang indah. Begitu rapi. Belum pernah saya melihat tulisan seindah, serapi dan secantik itu. Tidak sedikit pun corat-coret yang menganggu penglihatan. Tidak ada tulisan kata yang salah. Tidak ada tinta yang tebal-tebal. Semua sejajar dalam bebaris kertas.
Perlahan, aku mulai membacanya.

Dear, Kekasihku!
Aku tidak akan bertanya apa kabar. Karena Aku melihat apa yang kamu lakukan. Aku mendengar apa yang kamu katakan. Aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan. Aku tahu segalanya, Kasih!
Saat ini, kau sedang gundah lagi, bukan? Gundah itu boleh-boleh saja. Karena ianya, kamu akan terlatih mencari solusi. Cuma, satu pesan-Ku, kasih, jangan pernah bertindak gegabah.
Kau pasti heran dengan surat-Ku ini, bukan? Jangan heran, sayang! Aku hanya ingin mengucapkan, "Selamat Ulang Tahun!" Bertambah lagi usiamu. Sudah berapa banyakkah tabunganmu? Adakah debitmu lebih besar daripada kreditmu? Kau tidak perlu menjawabnya, Kasih! Sudah tercatat di buku diary-Ku kini. Buku yang akan kau baca jika kau sudah di batas perhentian. Sudahkah kau mempersiapkan diri tentang hal itu? Sebelum kau menjawabnya, Aku ingin bernostalgia denganmu. Dimalam ulang tahunmu ini.
Kau mau tahu, sejak kapan Aku mulai mencintaimu? Apakah kau masih ingat ketika kau pertama kali menangis di depan-Ku? Kau mencurahkan segala isi hatimu dengan lancar. Kau mengatakan segalanya tanpa memberi-Ku kesempatan untuk berbicara. Aku tidak marah dengan kecerewetanmu itu, sayang. Sama sekali, tidak. Karena kau berhak tentang itu.
Adakah kau sudah menyadari kalau sejak itu, kau berubah menjadi gadis yang cengeng setiap kali berdialog dengan-ku? Ah, Kekasihku! Aku amat mencintaimu karena tangismu. Tangismu itulah yang selalu membuat-Ku rindu padamu.
Adakah kau tahu, ingin rasanya Aku memelukmu ketika kau melantunkan ayat-ayat suci-Ku. Ingin Aku menghapus air mata di pipimu itu. Air mata dari getaran-getaran jiwamu. Dan, mungkin kau tidak tahu, Kasih. Air matamu itu telah Ku-kumpulkan di dalam ember-ember- Ku di sini. Air mata yang akan menjadi air mandi di kolam renang untuk kita berdua kelak. Ketika kita bertemu untuk pertamakalinya. Air yang akan mencuci segala kotoran dan keringatmu saat pulang dari bekerja. Air yang akan menjadikanmu segar kembali layaknya seorang bayi yang baru lahir.
Adakah kau juga tahu? Lantunan ayat-ayat suci-Ku dari bibirmu yang tak berdandan itu, telah Ku-rekam menjadi sebuah pita. Pita yang akan kita putar ketika makan malam di sebuah restoran. Restoran yang belum pernah kamu kunjungi. Yang di dalamnya berhiaskan bunga-bunga berwarna putih kesukaanmu.
Adakah kau juga tahu? Di taman bunga-Ku kini, telah kutanam sebuah bunga mawar merah. Bunga yang akan Ku-selipkan di rambutmu ketika kau enggan berdandan. Ya, Aku tahu kau tidak suka berdandan. Tetapi, percayalah! Bunga mawar itulah yang akan mencantikkan kamu layaknya putri raja.
Ingin rasanya Aku memperlihatkan rasa bahagia di hati-Ku ketika kau mengucapkan terimakasih pada-Ku. Kau menitikkan air mata saat Aku mengabulkan keinginanmu. Ah, kekasihku yang cengeng! Tetapi, yakinlah! Aku amat menyayangi kekasih yang selalu mengucapkan terimakasih yang tulus pada-Ku. Tidak kira apa jua yang Ku-beri. Dia selalu menerimanya dengan wajah berseri. Sekali lagi, aku katakan, Aku amat mencintai kekasih seperti ini.
Cuma, satu pesanku, Kasih. Jagalah kado lebaran yang telah Aku hadiahkan untukmu di bulan ramadhan kali ini. Sekali lagi, jagalah kasih! Karena ia adalah salah satu kado berharga yang Aku berikan untukmu. Adakah kau tahu, kenapa Aku memberikan kado itu untukmu? Karena Aku mendengar hatimu berkata, "Alangkah indahnya jika ada orang yang tepat untuk menjadi tempatku melafazkan gejolak jiwaku!"
Ya, dia adalah orang yang tepat. Belajarlah dari dia. Mintalah tuntunan. Sesungguhnya, dia sudah matang dalam mengharungi hidup ini. Aku tahu, kamu amat menyayangi kado-Ku itu. Aku juga tahu, setiap kado yang Aku berikan, kau selalu menyayanginya dengan tulus. Cuma saja, kau masih terlalu polos dan lugu. Pintalah, agar dia tetap di sisimu. Agar dia tetap sudi menjadi pembimbingmu layaknya orang tuamu.
Oh, ya! Melalui surat-Ku ini juga, Aku sampaikan bahwa ada titipan rindu dari kedua orang tuamu. Mereka sudah amat merindukanmu. "Cepatlah pulang, anakku!" Ya, itulah do'a yang selalu mereka ulang-ulang ketika bertamu ke rumah-Ku.Tanpa Aku minta, mereka bercerita kalau mereka sudah rindu ceritamu. Sudah kangen dengan candamu. Sudah lama mereka tidak minum kopi buatanmu di pagi hari. Sudah lama ibumu memasak sendiri tanpamu. Sudah banyak uban di kepala mereka lantaran tidak ada yang mencabutkannya. Sudah lama mereka tidak merasakan pijitan dari tanganmu.
Mereka juga berkata, kalau kamu ada titipan salam dari saudara(i)mu di kampung. saudara(i) mu itu sangat berharap agar kamu pulang menyambut bulan ramadhan yang akan datang. Mereka rindu dengan nyanyianmu tidak merdu itu di mesjid. Mereka rindu dengan ceritamu yang kadang tidak nyambung itu.
Aku hanya berkata padanya, "Ya, anak bungsu perempuanmu akan pulang tidak lama lagi. Dia juga sudah meridukanmu. Cuma saja, ada beberapa hal yang perlu diselesaikan sebelum dia membeli tiket."
Adakah kamu tahu apa yang mereka katakan, Kasih?
"Lapukkanlah duri di jalanan yang akan dia lalui! Ingatkanlah membaca tipe-tipe kesehatan sebelum tidur. Sediakanlah tiket setiap hari untuknya. Karena dialah anak kesayangan dan cahaya rumah kami." Itulah yang mereka katakan dengan senyuman yang disertai dengan tangis. Karena tangisan tulusnya itulah, yang membuat-Ku menjagamu dan menyangimu.

Baiklah, Kasih!
Surat yang Ku-tulis sudah terlalu panjang. Aku menulisnya karena tidak bisa menahan kerinduan-Ku padamu. Satu pesan terakhir-Ku di surat ini. Rajin-rajinlah menabung! Agar tiket penerbangan yang kau beli bukan di kelas ekonomi, kelak, ketika penjemput-Ku datang untuk membawamu bertemu dengan-Ku.
Sebagai penutup surat ini, Aku akan menuliskan beberapa kalimat untukmu. "Harta bisa dicari dan boleh hilang. Kedudukan boleh didapat dan bisa dilucut. Wajah pasti akan memudar. Tetapi, ilmu tidak akan pernah sia-sia dan pudar." Maka, tulislah di setiap sudut hatimu, "Aku terlahir sebagai manusia pembelajar." Karena dengan ilmu yang dimiliki, manusia akan berarti. Dengan hati nurani yang bersih, manusia akan mempunyai kekuatan yang melebihi kekuatan dari bagian-bagian badan manapun."

Oke, Kekasihku!
Terakhir, Aku ucapkan selamat padamu! Selamat atas pilihanmu! Pilihan yang tepat seumur hidupmu!

"Selamat Ulang Tahun!"

Salam kangen selalu,

Kekasih Abadimu

Kuakhiri membaca surat itu dengan air mata haru berlinang-linang. Kini, aku telah mengerti 3 kekasih yang kau katakan dulu. Terimakasih, Kekasih Sejatiku!

Aduh, Kasih! Kenapa surat pertemuannya jadi berubah haluan? Kenapa yang kucerita hanya nostalgia? Bukan cerita perjalananku di sini. Tidak apalah, Kasih! Mungkin, karena aku amat merindukanmu. Jika kau sudah membacanya dan tak punya tempat untuk menyimpannya, buang saja di jalanan. Dan, jika ada orang yang kurang kerjaan, lantas memungut dan membacanya, betapa bahagianya hatiku. Mereka akan mengetahui tentang 'kekasihku'. Dan, semoga mereka berusaha mencintaimu juga.

Untuk menepati janjiku, akan kutuliskan sebuah cerita untukmu di lembaran kertas yang lain. Cerita tentang perjalananku. Bacalah cerita itu! Bacalah cerita dariku! "Takashimaya (Zebra Cross) I am Falling in Love"
Itulah cerita yang kubawa. Selamat membaca, Kekasihku!

Dan, sebelum aku istirahat, jika kau ke rumah sahabatmu itu. Katakan padanya bahwa aku sangat berterimakasih karena telah memperkenalkan aku sebuah sekolah. Di mana aku bisa mengenal sifat-sifatmu, sahabat-sahabatmu, dan tempatku belajar tentang segala sesuatu tentangmu.
Sekali lagi, ucapkanlah terimakasih padanya karena membawaku bersekolah pada Sekolah Kehidupan.


Salam Kangen Untukmu,

Kekasihmu yang lagi merindu pada kampung halaman.


dari Kuala Lumpur ke Singapura, dari November ke Desember 2007

Catatan kecil (2): Hahaha! Entah mengapa kala membaca atau mengingat tulisanku ini, saya selalu pengen tertawa. Hahaha! (aneh ^_^). Tulisan ini aku persembahkan untuk SK. Karena semenjak mengenal SK, banyak sekali hal-hal baru yang aku dapatkan. Juga, sebgai pengingat kalau tahun kali ini, adalah tahun yang amat berharga dalam hidupku. Di mana aku bisa mengenal banyak orang yang jauh tempatnya, punya banyak saudara di berbagai tempat, bahkan punya seseorang yang amat berharga dalam hidupku. Juga, sebagai pengingat kalau ternyata dunia ini sempit. Dengan mudah kita bisa dikenal orang. Terimakasih, Tuhan! Engkau memberiku tahun yang amat berharga. Tahun yang penuh kejutan-kejutan unik untukku. (pinjam milknya Mbak Novi sayang :)...)Dan, juga untuk memberitahukan (khususnya untuk diriku sendiri) kalau Tuhan memberi kita tangisan (sekecil/sebesar apa pun itu), jangan pernah mengeluh, Karena bisa saja Dia merencanakan sesuatu kebahagiaan yang lebih besar dari itu. Dan, bersyukurlah jika Tuhan memberikan cobaan, karena percayalah, karena cobaan itu pertanda kalau Tuhan mencintai kita. Atau, kalau ada orang yang memaki-maki kita tanpa dia tidak meneliti terlebih dahulu, pura-pura sajalah tidak mendengar apa-apa! Lagipula, kita tahu mana yang benarnya? Iya, kan? Sekali lagi, mari kita bersyukur dan berpikiran positif!!

-Maaf! Mungkin, ini adalah khayalan yang over. Tetapi, itulah saya. Suka mengotak-atik sesuatu. Kalau dulu seorang Mbak membuat tulisan "Surat Cinta Untuk Tuhan". Kali ini, saya membuatnya jadi terbalik. Tuhan mengirim surat cinta pada saya. Hahaha! Gak apa-apa, kan? Asal terbaliknya jadi positif. Hehehe... SEMANGAT! Walau sebenarnya, saya malu memosting tulisanku ini plus gak berani. Nanti orang ngirain aku ini sok suci. ^_^ Tetapi, setiba saya masuk kelas di hari pertama sesudah cuti panjang, ada mata pelajaran yg menyambutku dgn tulisan seperti ini : "Kau Begitu Berharga, Siapa Pun Dirimu" Hehehehe! Maka, siapa pun saya, saya sangat berharga! SEMANGAT!!


-Terinspirasi setelah menonton sebuah film drama seri China "Dream's DIY"... Drama yang menceritakan seorang lelaki agak kolot yang bercita-cita menjadi penyanyi terkenal. Impiannya itu terlaksana saat seorang gadis jago nyanyi tiba-tiba jatuh cinta padanya. Walau, pada awalnya, mereka bencian habis-habisan. Bahkan, gadis ini pernah membuat lelaki tersebut melutut minta maaf padanya. Ah, film memang selalu begitu. (naif? ^_^). Cuma, ada kata-katanya yang menarik seperti ini, ...".... tiada cinta, tiada karya...". Maka, lahirlah tulisanku ini yang mungkin beribu-ribu kali aku edit. hehehe! :P (Eh, atau saya yang ketinggalan jaman, baru mendengar kata-kata itu?)

-Juga, tulisanku ini aku tulis untuk mengurangi kebosanan di negeri orang. Ternyata, ke luar negeri, tidaklah indah sekali. Sama saja di negeri kita. Ada mobil, ada orang, ada rumah, ada trotoar, ada restoran, ^_^ hahaha! Walau apa pun, saya bersyukur bisa berulang tahun di negeri orang dan seorang gadis China memberiku kado unik. :)


Salam hormat,

Aline yang lagi aneh2! ^_^
Dear, Kekasihku Dear, Kekasihku Reviewed by ASYIMAR on 14.08 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Find us on Facebook