Oleh : Tri Hidayat
Waktu saat itu masih jam 06.00 pagi, tapi istriku sudah membangunkan aku lagi setelah tidur selepas menunaikan sholat Subuh. Katanya dia kepingin dikusuk Nek Ijot, tukang urut langganan keluarga yang tinggal di Kampung Banten - kampung tetangga. Karena istriku sedang hamil muda untuk anak yang ketiga, keinginan itu kupenuhi juga walaupun agak malas-malasan karena biasanya tiap hari Minggu aku selalu bangun agak siangan untuk memanjakan diri lepas dari rutinitas.
Udara masih terasa dingin menusuk waktu kami berangkat naik motor menuju rumah Nek Ijot karena rumah mertua memang berada di luar kota yang masih berhawa sejuk dan bersih. Begitu tiba, istriku langsung masuk ke rumah Nek Ijot yang sudah dikenalnya sejak kecil. Nek Ijot yang nama aslinya sendiri aku tidak tau, berasal dari sebuah desa di Banten Lama (provinsi Banten) punya 12 anak, tapi hanya 7 orang yang hidup karena yang lainnya meninggal dunia di usia muda. Suami Nek Ijot sendiri adalah seorang petani, sudah meninggal dunia pada saat anaknya masih kecil-kecil, sehingga Nek Ijot harus berjuang seorang diri untuk menghidupi keluarganya. Semua pekerjaan pernah dilakoni Nek Ijot, dari buruh tani di kebun orang, buruh pikul hingga menjadi Tukang Urut sekaligus Dukun Beranak yang cukup dikenal di lingkungan kami.
Keluarga Nek Ijot memang dekat dengan keluarga kami karena 2 orang anak Nek Ijot, Kak Asih dan Kak Minah dulunya jadi babby sitter buat istriku waktu dia kecil dan tinggal bersama keluarga mertua. Walaupun bertugas sebagai pengasuh dan pembantu di dapur, tapi kedua anak Nek Ijot diperlakukan sama seperti keluarga sendiri karena kami tidak pernah menggunakan istilah ”pembantu”. Nek Ijot cerita bahwa dulu kalau anak-anaknya pulang ke rumah selalu saja dibekali makanan ataupun pakaian/barang-barang oleh mertuaku, walau kondisi mertua sendiri saat itu juga masih pas-pasan. Seingat istriku, waktu dia kecil dulu kalau orang tuanya berdagang ke luar kota, dia dititipkan di rumah Nek Ijot, waktu itu dia sangat takut sekali dengan suara jangkrik dan binatang malam yang terdengar jelas selepas Magrib. Nek Ijot juga bersyukur walau anaknya tidak berpedidikan tinggi hanya tamatan
Beberapa bulan yang lalu, Nek Ijot baru saja berkunjung ke rumah Bang Mansyur, salah seorang anak laki-lakinya dan rumah keluarganya di Jakarta selama sebulan. Sepulang dari pelesiran di Jakarta, tiba-tiba Nek Ijot dihinggapi rasa ingin yang mendalam untuk menunaikan ibadah haji. Ya, Nek Ijot kepingin sekali naik haji atau menjadi Bu Hajjah di usianya yang 77 tahun - Nek Ijot bilang waktu jaman Nippon alias zaman penjajahan Jepang dia berumur 12 tahun. Nek Ijot segera menghubungi anak-anaknya dan menyampaikan niatan untuk menunaikan ibadah haji dan meminta mereka menyumbang semampunya, ya sekitar Rp. 1 juta per orang dan anak-anak menanggapi dengan antusias.
Nek Ijot juga cerita, dia sudah mendapat pelatihan sebagai dukun beranak sejak tahun 1986 dari Dinas Kesehatan untuk menggunakan alat yang steril seperti : gunting, perban, dll dalam proses persalinan, sedang dulunya hanya menggunakan sembilu yaitu bilah bambu untuk memutuskan tali pusar bayi. Terkadang Nek Ijot harus mengganti sendiri alat bantu kesehatan yang pernah diberikan Puskesmas karena sudah tidak layak lagi. Setiap membantu proses melahirkan hingga perawatan pasca melahirkan termasuk jamu-jamuan, Nek Ijot membandrol Rp. 300 ribu saja, sangat murah bila dibanding dengan Bidan Desa atau Bidan Puskesmas yang mematok Rp. 450 ribu per sekali melahirkan belum termasuk biaya perawatan dan obat-obatan pasca melahirkan.
Harga yang dipatok Nek Ijot yang sangat murah itu juga sudah ditambah lagi khitan untuk anak perempuan plus doa-doa secara Islami pada saat proses melahirkan maupun perawatan pasca melahirkan. Tak lupa Nek Ijo memberi saran atau nasehat buat ibu hamil atau pasca melahirkan agar kondisi si ibu dan bayinya lebih baik dan sehat. Padahal pada masa-masa sebelumnya Nek Ijot tidak pernah menentukan tarif untuk service yang diberikannya, jadi hanya seikhlas penerima jasa saja sehingga kadang-kadang uang yang diterimanya tidak mencukupi untuk membeli ramu-ramuan yang dibutuhkan. Tapi Nek Ijot selalu yakin dan percaya, bila kita berbuat baik Allah akan membalasnya dengan rezeki yang tidak diduga-duga dan tidak terhingga banyaknya. Dengan keyakinan yang sama pula, Nek Ijot tak henti-hentinya berdoa agar niatnya menunaikan ibadah haji dikabulkan dan tetap meminta dukungan dari anak-anaknya.
Kesempatan yang tak terduga itu akhirnya datang saat beberapa orang surveyor dari perusahaan komunikasi celluler sedang mencari lokasi baru untuk menempatkan tower BTS (Base Transceiver Station). Pada awalnya, mereka sudah menemukan lokasi yang tidak berapa jauh dari rumah Nek Ijot sedang pemilik tanahnya juga sudah setuju dan bersedia mengurus dokumen pertanahannya, tapi berhubung signal masih kurang baik lokasi tersebut dibatalkan. Setelah mencoba berulang kali di beberapa lokasi, akhirnya mereka menemukan lokasi yang tepat dan pas yaitu di belakang rumah Nek Ijot, selain signalnya penuh juga aksesnya tidak terlalu jauh ke jalan aspal, hanya beberapa meter saja karena rumah Nek Ijot sendiri persis dipinggir jalan besar
Berkat doa yang tak putus-putus akhirnya harapan Nek Ijot untuk naik haji dapat diterkabul dengan dibayarnya kontrak sewa tanah sebesar Rp. 40 juta selama 20 tahun atas tanah seluas + 200 meter. Sebelum menyetujui kontrak sewa, Nek Ijot juga sudah meminta pendapat anak-anaknya agar tidak ada masalah di kemudian hari dan ternyata anak-anak sangat mendukung rencana ini dan memutuskan supaya uang yang didapat sepenuhnya digunakan untuk memenuhi niat Nek Ijot berhaji.
Semua urusan administrasi telah selesai berkat bantuan menantu Nek Ijot yang bertugas di PT. Pertamina, tinggal menungu jadwal tes kesehatan, manasik haji dan jadwal keberangkatan karena nama Nek Ijot masuk daftar tunggu (waiting list) haji tahun 2008 . Nek Ijot sendiri merasa sangat lega sekali karena niatan yang awalnya sangat mustahil akhirnya didengar oleh Allah SWT dan sangat berharap jadwal keberangkatannya tidak ditunda lagi mengingat usia dan kondisi kesehatannya, walau aku lihat sendiri tubuhnya yang mungil itu cukup cekatan terlihat bugar dan sehat saat mengusuk istriku.
Demikianlah kisah nyata dari seorang Nek Ijot, semoga menjadi renungan dan dapat menarik hikmah yang bermanfaat untuk kita semua, semoga...... (TH280807).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar