Ternyata ...
Coba Anda amati, dalam pergaulan sehari-hari di
manapun kita berada, sering tanpa sadar ada satu topik
pembicaraan (baik yang menyangkut diri masing-masing
pembicara maupun orang yang berada di luar pembicara
yaitu sebagai obyek pembicaraan) mengenai kesuksesan
hidup yang telah dicapai.
Kesuksesan hidup yang saya maksudkan dalam
pembicaraan- pembicaraan yang terjadi biasanya berkisar
pada : seberapa tinggi karir/jabatan/ kedudukan yang
dikuasai saat ini, seberapa banyak dan mahal merek dan
tipe mobil yang dimiliki, seberapa bagus dan megah
rumah yang dimiliki, seberapa mahal dan beken tempat
bersekolah anak-anaknya serta seberapa-seberapa yang
lain. Itulah yang biasanya diasosiasikan sebagai
kesuksesan. “Wah.. . hebat ya si Fulan sekarang
mobilnya dah ganti Alphard” , “Si Fulanah
sekarang karir suaminya moncer lho, diangkat jadi
kepala cabang” , “Enak ya Dia, bonus
tahunannya belasan juta” dan sebagainya.
Apakah hal tersebut salah ? Saya tidak dalam kapasitas
menghakimi salah dan benar, tetapi hanya ingin berbagi
perasaan dan sikap hati kita dalam menghadapi situasi
pembicaraan yang seperti itu dalam pergaulan kita
sehari-hari.
Keinginan
Kalau mendengar sesuatu yang sepertinya nyaman, enak
dan mudah yang belum pernah kita rasakan dan miliki,
biasanya kita pasti ingin juga merasakan yang seperti
itu. Menurut saya keinginan itu boleh-boleh saja,
asalkan :
a. Keinginan tersebut harus segera dipotong agar tidak
menjadi khayalan yang menyebabkan kita panjang
angan-angan, sebab situasi yang kita inginkan tersebut
juga tentu ada cobaan di dalamnya yang kita tidak
tahu. Kata orang-orang tua jaman dulu : Urip kuwi
sawang-sinawang, orang lain yang kelihatannya enak
belum tentu demikian, ada masalahnya juga.
b. Keinginan tersebut jangan sampai menyebabkan kita
berkeluh kesah / ngresulo / tidak ridho atas situasi
dan kondisi yang saat ini kita jalani. Karena
bagaimanapun apa yang kita terima dan jalani saat ini
adalah yang terbaik bagi kita yang Allah berikan.
Bukankah setiap detik kehidupan kita adalah
pemberianNya yang harusnya kita syukuri ? Bukankah
rasa syukur kita merupakan wadah untuk menerima nikmat
yang lebih besar dariNya ? Jangan melihat ke atas,
tapi lihatlah ke bawah. Masih banyak saudara-saudara
kita yang hidup jauh di bawah kelayakan.
c. Keinginan tersebut bisa kita jadikan cita-cita yang
harus diiringi juga dengan ikhtiar dalam arti harus
kita siapkan strategi dan tahapan pencapiannya dengan
tidak lupa hati kita berserah kepadaNya. Boleh jadi
keinginan yang menjadi cita-cita tersebut merupakan
pertanda bahwa Allah memang akan menganugerahi kita
sesuai yang kita cita-citakan.
Ternyata
Ini rahasia lho.... jangan bilang siapa-siapa,
orang-orang yang mencapai kesuksesan hidup sebagaimana
yang sering diperbincangkan orang, umpama dari
kalangan militer dia itu jendral, panglima lagi,
umpama dari kalangan pengusaha, dia itu top bangetlah
pokoknya, omsetnya per bulan triliunan rupiah, umpama
dari kalangan trainer, dia itu trainer kelas atas yang
alumni pelatihannya sudah mencapai puluhan ribu orang,
umpama dari kalangan artis sinetron, dia itu tarif per
episodenya mencapai puluhan juta rupiah atau juga dari
kalangan lain yang dianggap sukses dan menjadi standar
kemewahan hidup bagi banyak orang, ternyata akhirnya
mati juga. Jatah ruang dan waktu baginya habis di
dunia ini.
Ternyata... hidup itu menunggu mati.
Ternyata... mati itu berarti kembali, kembali kepada
yang memiliki.
Ternyata... yang memiliki itu Allah.
Ternyata... masa depan kita dan masa depan hidup ini
adalah Allah
Ternyata... cita-cita kita salah jika bukan Allah.
Ternyata... semuanya sia-sia jika tidak dengan Allah.
Ternyata... semuanya sia-sia jika tidak bersama Allah.
Ternyata... semuanya sia-sia jika tidak untuk Allah.
Ternyata... Allah itu sangat sayang pada kita.
Ternyata... Allah sudah siapkan segalanya bagi kita.
Ternyata... Allah saja yang ada yang lain tidak ada
– subhanallah.
Ternyata... Allah juga di balik semua yang ada –
alhamdulillah.
Ternyata... habis sudah kita dihadapanNya.
Coba Anda amati, dalam pergaulan sehari-hari di
manapun kita berada, sering tanpa sadar ada satu topik
pembicaraan (baik yang menyangkut diri masing-masing
pembicara maupun orang yang berada di luar pembicara
yaitu sebagai obyek pembicaraan) mengenai kesuksesan
hidup yang telah dicapai.
Kesuksesan hidup yang saya maksudkan dalam
pembicaraan- pembicaraan yang terjadi biasanya berkisar
pada : seberapa tinggi karir/jabatan/ kedudukan yang
dikuasai saat ini, seberapa banyak dan mahal merek dan
tipe mobil yang dimiliki, seberapa bagus dan megah
rumah yang dimiliki, seberapa mahal dan beken tempat
bersekolah anak-anaknya serta seberapa-seberapa yang
lain. Itulah yang biasanya diasosiasikan sebagai
kesuksesan. “Wah.. . hebat ya si Fulan sekarang
mobilnya dah ganti Alphard” , “Si Fulanah
sekarang karir suaminya moncer lho, diangkat jadi
kepala cabang” , “Enak ya Dia, bonus
tahunannya belasan juta” dan sebagainya.
Apakah hal tersebut salah ? Saya tidak dalam kapasitas
menghakimi salah dan benar, tetapi hanya ingin berbagi
perasaan dan sikap hati kita dalam menghadapi situasi
pembicaraan yang seperti itu dalam pergaulan kita
sehari-hari.
Keinginan
Kalau mendengar sesuatu yang sepertinya nyaman, enak
dan mudah yang belum pernah kita rasakan dan miliki,
biasanya kita pasti ingin juga merasakan yang seperti
itu. Menurut saya keinginan itu boleh-boleh saja,
asalkan :
a. Keinginan tersebut harus segera dipotong agar tidak
menjadi khayalan yang menyebabkan kita panjang
angan-angan, sebab situasi yang kita inginkan tersebut
juga tentu ada cobaan di dalamnya yang kita tidak
tahu. Kata orang-orang tua jaman dulu : Urip kuwi
sawang-sinawang, orang lain yang kelihatannya enak
belum tentu demikian, ada masalahnya juga.
b. Keinginan tersebut jangan sampai menyebabkan kita
berkeluh kesah / ngresulo / tidak ridho atas situasi
dan kondisi yang saat ini kita jalani. Karena
bagaimanapun apa yang kita terima dan jalani saat ini
adalah yang terbaik bagi kita yang Allah berikan.
Bukankah setiap detik kehidupan kita adalah
pemberianNya yang harusnya kita syukuri ? Bukankah
rasa syukur kita merupakan wadah untuk menerima nikmat
yang lebih besar dariNya ? Jangan melihat ke atas,
tapi lihatlah ke bawah. Masih banyak saudara-saudara
kita yang hidup jauh di bawah kelayakan.
c. Keinginan tersebut bisa kita jadikan cita-cita yang
harus diiringi juga dengan ikhtiar dalam arti harus
kita siapkan strategi dan tahapan pencapiannya dengan
tidak lupa hati kita berserah kepadaNya. Boleh jadi
keinginan yang menjadi cita-cita tersebut merupakan
pertanda bahwa Allah memang akan menganugerahi kita
sesuai yang kita cita-citakan.
Ternyata
Ini rahasia lho.... jangan bilang siapa-siapa,
orang-orang yang mencapai kesuksesan hidup sebagaimana
yang sering diperbincangkan orang, umpama dari
kalangan militer dia itu jendral, panglima lagi,
umpama dari kalangan pengusaha, dia itu top bangetlah
pokoknya, omsetnya per bulan triliunan rupiah, umpama
dari kalangan trainer, dia itu trainer kelas atas yang
alumni pelatihannya sudah mencapai puluhan ribu orang,
umpama dari kalangan artis sinetron, dia itu tarif per
episodenya mencapai puluhan juta rupiah atau juga dari
kalangan lain yang dianggap sukses dan menjadi standar
kemewahan hidup bagi banyak orang, ternyata akhirnya
mati juga. Jatah ruang dan waktu baginya habis di
dunia ini.
Ternyata... hidup itu menunggu mati.
Ternyata... mati itu berarti kembali, kembali kepada
yang memiliki.
Ternyata... yang memiliki itu Allah.
Ternyata... masa depan kita dan masa depan hidup ini
adalah Allah
Ternyata... cita-cita kita salah jika bukan Allah.
Ternyata... semuanya sia-sia jika tidak dengan Allah.
Ternyata... semuanya sia-sia jika tidak bersama Allah.
Ternyata... semuanya sia-sia jika tidak untuk Allah.
Ternyata... Allah itu sangat sayang pada kita.
Ternyata... Allah sudah siapkan segalanya bagi kita.
Ternyata... Allah saja yang ada yang lain tidak ada
– subhanallah.
Ternyata... Allah juga di balik semua yang ada –
alhamdulillah.
Ternyata... habis sudah kita dihadapanNya.
Ternyata ...
Reviewed by ASYIMAR
on
13.16
Rating:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar